Awal pertama menginjakkan kaki di Semarang, aku sangat sedih. Bagaimana tidak? Semua orang disini terlihat pintar dan cerdas. Semua pandai beretorika dan berpendapat. Aku yang susah payah beradaptasi dengan tempat ini merasa hari-hariku suram. 

Perkenalkan, namaku Dewi Khofifah. Aku alumni MA. Matholi'ul Huda Bugel. Dua hari lagi aku mengerjakan Ujian Sekolah, tapi tiba-tiba kakakku yang di Semarang memberikan informasi bahwa aku diterima seleksi administrasi di asrama yang dulu dia tinggali. Dia mengabarkan kalau lusa ada tes akademik. Aku kaget bukan main karena setelah lusa itu ada Ujian Sekolah secara offline. Awalnya, aku meminta keringanan ke kakakku kalau aku belum bisa mengikuti tes gelombang pertama ini. Setelah ku pikir-pikir, kalau aku tidak menyelesaikan salah satu pekerjaanku, artinya aku menumpuk semua tanggungan yang seharusnya bisa ku kerjakan satu persatu. 

Akhirnya, aku menghubungi panitia asrama kalau aku bisa mengukuti tes akademik pada hari itu. Setelah itu, satu persatu ustad dan ustadzah menghubungi aku untuk menguji akademik yang ku miliki. Setelah selesai semua, aku mulai merasa lega karena tanggungan yang ku miliki berkurang. Tetapi, aku merasa takut kalau aku tidak diterima di asrama itu. Kata kakakku, aku harus banyak berdoa'a dan tetap berusaha. 

Setelah beberapa hari tes akademik, akhirnya ada pengumuman kelulusan dan alhamdulillah aku diterima di asrama itu. Alu merasa senang karena selain kakakku, orang tuaku juga berharap kalau aku diterima disana. 

Setelah berhari-hari aku mengerjakan Ujian Sekolah, kakakku kembali mengirim beberapa gambar yang isinya adalah formulir pendaftaran di UIN Walisongo Semarang. Aku tidak bisa melengkapi formulir itu karena aku tidak membawa berkas-berkas yang digunakan untuk melengkapi formulir. Akhirnya, kakakku yang di Semarang minta tolong kepada kakakku yang di rumah untuk mengisikan formulir itu karena semua berkas yang dibutuhkan ada di rumah. 

Singkatnya, sebelum hari raya aku pulang ke rumah dan mengecek formulir yang telah diisi oleh kakakku. Ternyata, prodi pertama yang dipilih kakakku adalah Tasawuf dan Psikoterapi. Tak apalah, ku anggap dengan jurusan ini aku bisa jadi psikiater, tapi ternyata tidak. 

Lusanya, aku ada latihan ujian untuk bisa masuk Universitas itu. Aku berusaha mengerjakan dengan sebaik-baiknya karena aku tidak ingin mengecewakan keluarga.



Beberapa hari setelah lebaran, ayahku mengantarkan aku ke Semarang untuk menuju asrama yang sudah menerimaku. Aku datang sesuai tanggal yang ditentukan karena ternyata setelah tes akademik ini masih ada tes lagi untuk mengasah pengetahuan. Tes itu adalah tes camp dan dilakukan selama 14 hari. 

Selama tes camp berlangsung, aku merasa tidak berguna disini. Setiap malam pasti aku pergi ke lantai 4 asrama untuk menangis. Aku benar-benar merasa tidak berguna di asrama ini. Aku tidak bisa i'rabul quran, tidak bisa menulis, tidak bisa bediskusi, tidak bisa menyesuaikan keadaanku dengan orang-orang hebat disini.

Lambat laun aku mulai beradaptasi dengan keadaan di asrama ini. Aku selalu yakin kalau suatu saat nanti aku akan berguna di tempat ini. Aku berusaha untuk mengerti kekuranganku. Setiap malam aku berusaha mencari mentor untuk mengajariku, untuk memotivasiku, dan untuk menguatkanku. Terkadang aku juga belajar mandiri setiap malam. 

Meskipun belum ada perubahan yang signifikan, aku tetap bersyukur karena aku mulai bisa mengikuti sistem disini sedikit demi sedikit. Aku mulai belajar wirausaha, berdiskusi, berhimpun, dan lain sebagainya. 

Aku harus lebih pandai lagi dalam memanage waktu agar waktu yang ku lama tidak terbuang sia-sia. Aku memang bukan mutiara yang bisa menghiasi asrama ini dengan keindahannya. Tapi aku akan membuktikan kepada semua orang kalau aku bisa mengejar semua ketertinggalanku, aku bisa memperbaiki akademikku dengan banyak belajar, aku bisa lebih mengontrol diriku dengan lebih baik lagi. Suatu saat aku pasti bisa menjadi mutiara yang dihargai banyak orang. Semoga Allah menerima do'aku ini.