Setelah beberapa hari aku terbaring di ranjang lantai 2, aku memutuskan untuk ke lantai 3. Salah satu sebabnya adalah malam terakhir ketika di lantai 2, aku bermimpi buruk, semua yang ada di sekelilingku runtuh, hancur, bahkan sampai tidak tersisa apapun. Selain itu, aku juga sering terbangun tengah malam. Awalnya biasa saja, tapi lambat laun pikiranku semakin menjadi-jadi.

Sore itu, aku meminta tolong salah satu temanku untuk membantuku naik ke lantai 3. Aku Pikir, sesampainya di lantai 3 langsung mandi dan istirahat karena kondisiku masih lemas, ternyata keadaan tempat yang membuatku tidak bisa langsung beristirahat.

Kepalaku semakin pusing saat melihat barang-barang di kamar berserakan. Ada ember, ada jemuran, ada peralatan kotor, dan sebagainya. Semua berserakan dan tidak tertata sebagaimana mestinya.

Setelah terduduk beberapa menit, aku mandi dan mencuci. Sebenarnya masih lemas, tapi aku pikir jika tidak beraktivitas tidak akan sembuh. Saat aku masuk kamar mandi memang sudah pukul 17.10, artinya 20 menit lagi jam keterlambatan.

Ketika aku selesai, ternyata semua teman-temanku sudah turun dan suasana lantai 3 tidak seperti biasanya. Aku meninggalkan cucian di dekat ember-ember karena hendak membersihkan kamar terlebih dahulu.

“Aku harus mulai dari mana ini?” kataku sambil memegang kepala.

“Beresin baju dulu, beresin bantal, selimut, karpet, terus barang yang lain, cuci peralatan kotor, nyapu dan ngepel,” pikirku.

Ketika aku membereskan baju, dua orang temanku naik mengantarkan makanan untukku. Akhirnya, aku membereskan baju sambil makan. Setelah itu aku membereskan bantal, selimut, dan kemudian melipat semua karpet agar mudah saat membersihkan.

Ketika aku meminggirkan peralatan kotor, aku menumpahkan air.

“Ahh.. ceroboh sekali diriku ini ” kataku sambil berjalan mengambil pel.

Ketika mengambil pel, aku melihat salah satu kamar mandi yang lampunya hidup dan aku mematikan saklarnya.

Setelah selesai mengepel tumpahan air, aku meminggirkan pel dan aku ke kamar mandi lagi untuk mencuci peralatan yang kotor.

Aku terkejut ketika melihat kamar mandi yang lampunya telah kumatikan tadi hidup kembali.

"Astaghfirullah.. kenapa lampunya hidup lagi? tadikan sudah kumatikan” kataku sambil mematikan lampu lagi.

Setelah selesai mencuci peralatan, aku menatanya dengan rapi dan aku kembali kekamar mandi lagi untuk berwudhu. Ketika hendak berwudhu, aku melewati kamar mandi yang tadi dan betapa terkejutnya aku ketika lampu kamar mandinya hidup untuk kesekian kalinya setelah kumatikan.

“Ya Allah.. kenapa lampunya bisa hidup lagi? Astaghfirullah.. kan jelas-jelas sudah kumatikan tadi” kataku sambil mematikan lampu terburu-buru.

Saat keluar dari kamar mandi, aku kaget karena ada seorang perempuan tersenyum kepadaku, ternyata itu Mbak Fani. Awalnya aku tidak sadar kalau itu Mbak Fani karena tidak memakai kacamata.

“Ehh, Dek Fifi udah sembuh?” kata Mbak Fani dengan melambaikan tangannya.

“Ehh, Mbak Fani. Udah, Mbak. Kok Mbak Fani diatas?” jawabku sambil menghampiri Mbak Fani.

“Iya, saya izin tapi nanti kalau jama’ahnya selesai saya turun lagi,” kata Mbak Fani.

“Ohh.. Yaudah, Mbak. Saya kekamar dulu, ya.”

“Oke, dek.”

Malam itu sunyi sekali padahal waktu baru- baru setelah isya’. Bahkan hewan malam tidak terdengar sama sekali, hanya suara angin malam dan mungkin hembusan nafasku yang terdengar.

Sampai tiba-tiba suara lain ikut hadir dalam malam sunyi yang benar-benar hening itu.

” Dummm… Duom…”

Suara seperti bom di luar sedikit mengagetkan diriku.

“Dumm… Duomm..” suara itu muncul lagi tapi hanya sesaat saja.

“Aneh, kenapa ada suara seperti itu ya disini?” batinku dengan bingung.

Suasana malam dilantai 3 ini menurutku memang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Apa karena beberapa hari aku tidak dilantai 3? Atau memang akan terjadi sesuatu? Semoga saja tidak apa-apa.

“Aduhh, aku belum jemur baju. Gimana ya? Jemur sekarang aja deh,” kataku sambil mengambil ember.

Kunaiki tangga menuju lantai 4 untuk menjemur pakaianku. Kujemur pakaianku satu persatu, malam itu terasa gelap sekali, suara air di tandon terdengar dan tiba-tiba badanku terasa panas dibagian leher sampai punggung, tangan dan kakikupun terasa dingin.

Tapi seketika hilang dan aku segera kembali turun.

Ketika hendak menata tempat tidur, tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki naik tangga, aku berdiam sejenak memastikan tapi semakin lama diam langkah kaki itu semakin jelas dan…

Terdengar sangat jelas suara langkah kaki naik tangga dengan terburu-buru.

Aku merinding, pikiranku mulai kacau dan sontak aku menutup seluruh badanku dengan selimut. Aku paksa tidur tapi susah, sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk melihat keadaan sekitar lagi.

Ternyata benar kata orang-orang, bila kita tidak mengalami sendiri , mungkin cerita-cerita seperti ini hanya seperti bualan, tapi percayalah bahwa kita selalu hidup berdampingan dengan mereka.

Oleh: Dewi Khofifah, Disciple Monash Institute angkatan 2021